indah banget.. pengen deh kesana..

Monday, July 23, 2007

Desa Tua di Puncak Bukit

DAHONO FITRIANTO

Pernahkah Anda datang ke suatu tempat yang begitu indahnya hingga mampu meluruhkan segala rasa lelah? Sebuah desa kuno di tepian Laut Tengah memunculkan efek itu.

Nama desa itu Le Castellet, terletak di Provinsi Var, sekitar 47 kilometer sebelah timur kota Marseille, selatan Perancis. Dalam jadwal perjalanan yang dibagikan panitia hanya disebutkan tempat itu adalah desa peninggalan abad pertengahan (medieval village) dan kami akan makan malam di sana. Namun, sejujurnya saya sudah tidak antusias lagi pergi ke sana.

Bus yang membawa kami—rombongan wartawan dari Asia, Timur Tengah, dan Amerika—baru meninggalkan Sirkuit Paul Ricard pada pukul 18.30 waktu setempat, Rabu (27/6). Otot dan mental kami sudah hampir habis setelah sejak pukul sembilan pagi mencoba balapan dengan 20 mobil sport terbaru di sirkuit uji coba mobil Formula 1.

Bus tiba di desa tersebut sekitar pukul tujuh malam lewat sedikit, tetapi di tengah musim panas seperti ini matahari sore masih bersinar cerah. Kami punya waktu satu jam untuk berjalan-jalan di desa itu sebelum makan malam dihidangkan pukul 20.00.

Pada awalnya, saya benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk membunuh waktu selama itu. Bus meninggalkan kami di sebuah jalan aspal sempit yang diapit bangunan-bangunan tua berdinding batu berwarna kelabu.

Desa tua

Semua keengganan itu berubah saat kaki melangkah masuk gerbang di dinding batu tinggi, yang rupanya menjadi semacam benteng desa tersebut. Di dalamnya, kita seolah dibawa ke dunia lain. Gang-gang sempit berlantai batu hitam, rumah- rumah berlantai dua dengan bentuk kotak sederhana berdinding tebal dan kasar, dan pohon-pohon besar berdaun rindang.

Berbagai jenis tanaman rambat menjulur dari ceruk-ceruk jendela dan atap rumah-rumah tersebut, sehingga hampir seluruh dinding tertutup tanaman hijau. Kayu-kayu yang menjadi daun pintu maupun kerangka rumah menunjukkan usia bangunan yang sudah sangat tua.

Seperti terlihat di dalam rumah milik seorang warga bernama Catherine Mulas (40) yang kini menjadi toko suvenir bernama Mamydion. Dinding rumah yang berwarna putih terlihat sangat tebal dan berbentuk kasar, seolah terbuat dari lumpur. Plafon ruangan pun terdiri dari batang-batang kayu yang dipotong kasar tak beraturan, memperlihatkan pembuatnya waktu itu masih sebatas mencari fungsi dan mengabaikan estetika.

"Itu semua asli sejak rumah ini dibangun abad ke-17 lalu dan rumah ini terhitung baru dibanding bangunan-bangunan lain di desa ini. Ini desa yang sudah sangat tua," ujar Catherine yang menata deretan suvenirnya dengan sangat apik.

Seketika itu juga rasa terpesona dan penasaran menggantikan segala rasa lelah. Hasrat menjelajah sisa desa tersebut menjadi menggebu-gebu untuk melihat segala sudut dan pesonanya dalam waktu singkat sebelum matahari terbenam.

Sayang, satu-satunya kios informasi di desa tersebut sudah tutup sehingga menyulitkan mencari informasi lebih jauh tentang Le Castellet. Informasi mengenai latar belakang desa tersebut hanya diperoleh dari perbincangan dengan beberapa penduduk desa yang memahami bahasa Inggris dan potongan-potongan info dari internet.

Puncak bukit

Le Castellet dibangun di sekeliling sebuah chateau atau kastil di puncak bukit, yang telah berusia hampir 1.000 tahun. Pada perkembangannya, penduduk kemudian membangun rumah-rumah dalam formasi melingkar di sekeliling kastil dan dibatasi sebuah tembok tinggi.

Kastil yang sekarang sudah menyatu dengan gereja di tengah desa diperkirakan dibangun pada tahun 1030. Menurut Michelle Dunaise (50), yang telah hidup turun temurun di desa itu, tembok terluar desa pertama kali dibangun pada tahun 1100. "Gerejanya sendiri baru dibangun sekitar tahun 1200," ungkap Michelle.

Pikiran langsung melayang ke Tanah Air dan membayangkan pada masa yang sama, kerajaan- kerajaan besar seperti Majapahit dan Sriwijaya pun bahkan belum didirikan. Saat candi-candi di Jawa dari era itu sudah sangat sulit dilacak sejarahnya, Desa Le Castellet tetap hidup hingga detik ini.

Posisi Le Castellet di ketinggian menawarkan pemandangan khas kawasan Mediterania yang sangat indah. Dari dinding selatan desa terlihat hamparan hijau kebun-kebun anggur dan di kejauhan tampak cakrawala biru Laut Tengah. Lamunan romantis kembali muncul, itulah laut tempat peradaban dunia modern dilahirkan!

Nilai sejarah, keotentikan bangunan dan lanskap desa, serta pemandangan yang indah membuat Le Castellet menjadi salah satu tujuan turis di kawasan selatan Perancis yang kering dan berbatu-batu. Keuntungan itu disadari penuh oleh para penduduk desa yang lalu membuka berbagai fasilitas untuk menyambut turis, mulai dari restoran, kafe, hotel, galeri seni, dan toko-toko suvenir (meski sebagian suvenirnya bukan buatan desa itu, melainkan made in China).

Namun, peluang bisnis tersebut dijalankan dengan rapi dan indah. Jajaran suvenir ditata rapi di rumah masing-masing yang diubah menjadi toko suvenir kecil. Meja-meja restoran pun ditata di sudut-sudut lapangan kecil atau di teras rumah yang menghadap langsung ke Laut Tengah. Tak ada pedagang asongan hilir mudik memaksa turis membeli dagangannya.

Di satu pojok desa, bau harum semerbak keluar dari sebuah rumah yang dari luar terlihat temaram, diterangi cahaya lampu-lampu meja dan lilin-lilin kecil. Di situlah Michelle Dunaise dan anak sulungnya tiap hari membuat berbagai macam parfum dan lilin beraroma secara tradisional. Dalam kehangatan ruangan yang telah berumur lima abad, temaram sinar lilin dan semerbak aroma lavender membuat segala letih sirna sempurna.

(article taken from www.kompas.com, photos taken from anywhere.. I forgot.. sorry)

No comments:

Diseño original por Open Media | Adaptación a Blogger por Blog and Web